Posted by : ROHIS - SMKN 1 CIBINONG
Minggu, 22 Juli 2012
1.
Mengkhusukan melakukan ziarah kubur menjelang Ramadhan
Kita diperbolehkan setiap saat untuk melakukan ziarah kubur kepada
kerabat atau saudara-saudara terdekat
yang telah mendahului kita , agar kita semakin lembut dan mengingat kematian. Namun
jika seseorang mengkhususkan melakukan ziarah pada waktu-waktu tertentu, dan
waktu menjelang ramdhan adalah waktu yang baik untuk melakukan ziarah kubur,
ini merupakan suatu kekeliruan karna tidak ada dasar dalam ajaran islam tentang
hal ini.
2.
Mandi besar atau keramas sebelum Ramadhan
Tidak tepat amalan sebagian orang yang menyambut Ramadhan dengan
keramas atau mandi besar. Karena hal ini juga tidak ada tuntunan nya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Lebih
parahnya lagi mandi besar ini ada yang melakukannya dengan campur baur antara
laki-laki dan perempuan dalam 1 tempat pemandian yang sama. Bagaimana mungkin
ramadhan disambut dengan perbuatan yang dapat mengundan murka Allah SWT ?!
3.
Menetapkan awal Ramdhan dengan Hisab
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا
“Sesungguhnya kami adalah umat yang buta huruf. Kami tidak
memakai kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula memakai hisab (dalam penetapan
bulan). Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan
seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Bazizah mengatakan,”Madzhab ini (yang menetapkan awal ramadhan dengan hisab) adalah madzhab
bathil dan syari’at ini telah melarang mendalami ilmu nujum (hisab) karena ilmu
ini hanya sekedar perkiraan (dzon) dan bukanlah ilmu yang pasti (qoth’i)
atau persangkaan kuat. Maka seandainya suatu perkara (misalnya penentuan awal ramadhan, pen) hanya dikaitkan dengan ilmu
hisab ini maka agama ini akan menjadi sempit karena tidak ada yang menguasai ilmu hisab ini kecuali sedikit
sekali.” (Fathul Baari, 6/156)
4.
Mendahului Ramadhan dengan berpuasa 1 atau 2 hari sebelumnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدٌ الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَحَدٌ كَانَ يَصُومُ صِيَامًا قَبْلَهُ فَلْيَصُمْهُ
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau
dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa
pada hari tersebut maka puasalah.” (HR.
Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan
Nasa’i)
Pada hari tersebut juga dilarang untuk berpuasa karena hari
tersebut adalah hari yang meragukan. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan maka dia telah
mendurhakai Abul Qasim (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen).” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dikatakan shahih oleh Syaikh
Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)
5.
Membacakan niat “Nawaitu shouma Ghodin”
Sebenarnya tidak ada
tuntunan sama sekali untuk melafazhkan niat semacam ini karena
tidak adanya dasar dari perintah atau perbuatan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, begitu pula dari para sahabat. Letak niat sebenarnya
adalah dalam hati dan bukan di lisan. An Nawawi rahimahullah –ulama
besar dalam Madzhab Syafi’i- mengatakan,
لَا يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ خِلَافٍ
“Tidaklah sah puasa seseorang
kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk
diucapkan dan pendapat ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.” (Rowdhotuth Tholibin, I/268, Mawqi’ul Waroq-Maktabah
Syamilah)
6.
Membangunkan “sahur… sahur”
Sesungguhnya Islam sudah memilik cara sendiri untuk menunjukan
waktu untuk makan dan minum yaitu dengan adzan pertama sebelum adzan subuh,
sedangkan adzan kedua saat adzan subuh adalah untuk memberitahukan telah
haramnya makan dan minum. Inilah cara dalam islam untuk memberitahukan waktu
makan dan minum serta waktu berakhirnya sahur. Sehingga tidak tepat
membangunkan muslim dengan berteriak “sahur.. sahur..” cara seperti ini tidak
ada tuntunannya dari para nabi. Jadi hendaklah dilaksanakan dengan melakukan 2
kali adzan.
Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu memiliki nasehat yang indah, “Ikutilah
(petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah.
Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian.” (Lihat pembahasan at
Tashiir di Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 334-336)
7.
Pensyariataan waktu imsak (berhenti makan 10 / 15 menit sebelum
waktu subuh)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ يَهِيدَنَّكُمُ السَّاطِعُ الْمُصْعِدُ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَعْتَرِضَ لَكُمُ الأَحْمَرُ
“Makan dan minumlah. Janganlah kalian menjadi takut oleh
pancaran sinar (putih) yang menjulang. Makan dan minumlah sehingga tampak bagi
kalian warna merah yang melintang.” (HR.
Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah. Dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu
Daud, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan shahih). Maka hadits ini
menjadi dalil bahwa waktu imsak (menahan diri
dari makan dan minum) adalah sejak terbit fajar shodiq –yaitu ketika adzan
shubuh dikumandangkan- dan bukanlah 10 menit sebelum adzan shubuh. Inilah yang
sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
8.
Do’a Ketika Berbuka “Allahumma
Laka Shumtu wa Bika Aamantu…”
Ada
beberapa riwayat yang membicarakan do’a ketika berbuka semacam ini. Di
antaranya adalah dalam Sunan Abu Daud no. 2357, Ibnus Sunni
dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 481 dan no. 482. Namun
hadits-hadits yang membicarakan amalan ini adalah hadits-hadits yang lemah. Di
antara hadits tersebut ada yang mursal yang dinilai lemah oleh para ulama pakar
hadits. Juga ada perowi yang meriwayatkan hadits tersebut yang dinilai lemah
dan pendusta (Lihat Dho’if Abu Daud no. 2011 dan catatan kaki Al
Adzkar yang ditakhrij oleh ‘Ishomuddin Ash Shobaabtiy).
Adapun do’a yang
dianjurkan ketika berbuka adalah,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahabazh
zhoma-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus
telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya
Allah)” (HR. Abu Daud. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih
wa Dho’if Sunan Abi Daud)
9.
Dzikir berjamaah dengan di komandoi dalam sholat Tarawih dan
sholat 5 waktu
Syaikh
Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah tatkala menjelaskan mengenai
dzikir setelah shalat, “Tidak diperbolehkan para jama’ah membaca dizkir secara
berjama’ah. Akan tetapi yang tepat adalah setiap orang membaca dzikir
sendiri-sendiri tanpa dikomandai oleh yang lain. Karena dzikir secara berjama’ah
(bersama-sama) adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam
yang suci ini.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 11/189)
10.
“Ash Sholaatul Jaami’ah…” untuk Menyeru
Jama’ah dalam Shalat Tarawih
Ulama-ulama
Hambali berpendapat bahwa tidak ada ucapan untuk memanggil jama’ah dengan
ucapan “Ash Sholaatul Jaami’ah…” Menurut mereka, ini termasuk
perkara yang diada-adakan (baca: bid’ah). (Lihat Al Mawsu’ah Al
Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9634,
Asy Syamilah)
11.
Bubar Terlebih Dahulu Sebelum Imam
Selesai Shalat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis
untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR.
Ahmad dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 447
mengatakan bahwa hadits ini
shahih). Jika imam melaksanakan shalat tarawih ditambah shalat witir, makmum pun seharusnya
ikut menyelesaikan bersama imam. Itulah yang lebih tepat.
12.
Perayaan Nuzulul Qur’an
Perayaan
Nuzulul Qur’an sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, juga tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat. Para
ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan,
لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
“Seandainya
amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk
melakukannya.” Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau
perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan
perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat
suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya. (Lihat Tafsir
Al Qur’an Al ‘Azhim, pada tafsir surat
Al Ahqof ayat 11)
13.
Membayar Zakat Fithri dengan Uang
Syaikh
Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz mengatakan, “Seandainya mata uang dianggap
sah dalam membayar zakat fithri, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam akan menjelaskan hal ini. Alasannya, karena tidak boleh bagi
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan penjelasan
padahal sedang dibutuhkan. Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam membayar zakat fithri dengan uang, tentu para sahabat –radhiyallahu
‘anhum- akan menukil berita tersebut. Kami juga tidak mengetahui ada
seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
membayar zakat fithri dengan uang. Padahal para sahabat adalah manusia yang
paling mengetahui sunnah (ajaran)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang yang paling
bersemangat dalam menjalankan sunnahnya. Seandainya ada di antara mereka yang
membayar zakat fithri dengan
uang, tentu hal ini akan dinukil sebagaimana perkataan dan perbuatan mereka
yang berkaitan dengan syari’at lainnya dinukil (sampai pada kita).” (Majmu’
Fatawa Ibnu Baz, 14/208-211)
14. Tidak Mau
Mengembalikan Keputusan Penetapan Hari Raya kepada Pemerintah
Al
Lajnah Ad Da’imah, komisi Fatwa di Saudi Arabia mengatakan, “Jika di negeri
tersebut terjadi perselisihan pendapat (tentang penetapan 1 Syawal),
maka hendaklah dikembalikan pada keputusan penguasa muslim di negeri tersebut.
Jika penguasa tersebut memilih suatu pendapat, hilanglah perselisihan yang ada
dan setiap muslim di negeri tersebut wajib mengikuti pendapatnya.” (Fatawa no.
388)
Demikianlah
beberapa kekeliruan yang sering kita lakukan pada bulan Ramdhan, semoga Allah
memberikan petunjuk kebenaran dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak
diperbolehkan.
Wa
shallallahu wa salaamu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi
ajma’in. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin.
Related Posts :
- Back to Home »
- Artikel , Dept. Humas , Dept. Tarbiyah Dakwah »
- Beberapa kesalahan pada bulan Ramadhan